MAKSSAR | Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Leonard Eben Ezer Simanjuntak membawakan kuliah umum berjudul ‘Mewujudkan Generasi Antikorupsi’ pada kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Tahun 2023.
Kuliah umum tersebut berlangsung di JK Arenatorium atau Gelanggang Olah Raga (GOR) Unhas, Senin 14 Agustus 2023 sekitar pukul 10.45 Wita.
Di hadapan mahasiswa baru Unhas 2023 yang berjumlah 8.724 orang, Leo menyampaikan bahwa korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh hampir setiap negara di dunia, tidak hanya menimbulkan bentuk kerugian materiil negara, namun juga menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial masyarakat yang secara tidak langsung dapat menjadi korban.
Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa situasi penanganan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di indonesia masih perlu banyak perbaikan.
Leo menjelaskan, Indonesia dan korupsi memberi kesan tentang dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Indonesia, kata dia, begitu identik dengan persoalan korupsi dan korupsi juga begitu identik dengan Indonesia.
“Hal ini tidak dapat dipungkiri, mengingat kasus korupsi di Indonesia yang begitu banyak dan terkesan patah hilang tumbuh berganti,” katanya.
Dia menyebutkan hampir setiap saat selalu bermunculan kasus korupsi baru dengan pemain baru ataupun pemain lama, sehingga menimbulkan kesan bahwa Indonesia sangat sarat dengan korupsi dan korupsi seperti budaya yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Persoalan korupsi di Indonesia yang tiada henti ini, kata dia, memang sangat memprihatinkan. Korupsi nampak bagaikan penyakit yang menggerogoti mental manusia Indonesia yang sulit untuk diobati.
Bahkan, menurut Leo, jargon-jargon antikorupsi yang seringkali dijumpai di jalan-jalan ataupun di lembaga-lembaga tertentu terkesan hanya bagaikan omong kosong yang tak berfaedah, tanpa makna dan hanya kata-kata kosong yang membosankan.
Ia mengaku, kondisi ini tidak jarang diperparah dengan pembiaran-pembiaran yang kerap dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik itu disengaja ataupun tidak disengaja.
Pembiaran-pembiaran sebagaimana dimaksud, kata Leo, adalah serangkaian tindakan yang dianggap biasa dan wajar dilakukan dalam upaya memperoleh keuntungan baik untuk diri pribadi maupun untuk orang lain.
Dia menegaskan, korupsi telah menjadi perilaku dalam keseharian masyarakat dan telah tumbuh menjadi suatu kebiasaan dan suatu budaya.
Bahkan Muhammad Hatta salah seorang tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia, kata Leo, pernah melontarkan penilaian dengan mengatakan bahwa korupsi cenderung sudah membudaya, atau sudah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia.
“Ini artinya korupsi di Indonesia telah dianggap dan dipandang begitu masif sehingga memasuki ranah mental dan budaya masyarakat Indonesia dan menjadi sulit untuk dicegah serta diberantas,” ujar Leo.
Ia mengatakan, salah satu tugas dan kewenangan Kejaksaan berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah melakukan penuntutan dan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang, yang antara lain penyidikan Tindak Pidana Korupsi.
Di Indonesia sendiri, kata Leo, terdapat beberapa kasus korupsi besar yang banyak merugikan keuangan negara yang ditangani Kejaksaan Agung RI, diantaranya kasus korupsi impor tekstil yang telah merugikan perekonomian negara sebesar Rp1.646.216.880.000.
Penggunaan instrumen unsur kerugian perekonomian negara tersebut, lanjut dia, merupakan hal yang baru, karena selama ini fokus penanganan Tindak Pidana Korupsi hanya pada unsur kerugian negara bukan pada perekonomian negara.
“Perhitungan kerugian perekonomian negara tersebut berdasarkan naskah analisis perhitungan kerugian perekonomian negara yang dikeluarkan oleh Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM),” tutur Leo.
Ia menyebutkan dampak dari kasus korupsi penyelundupan tekstil tersebut dalam kurun waktu 2018-2019 terdapat 9 pabrik tekstil yang tutup akibat kalah bersaing dengan banyaknya produk impor tekstil di indonesia.
Akibat dari tutupnya pabrik tekstil tersebut, kata Leo, juga berdampak pada turunnya tingkat produksi tekstil domestik dan pemutusan hubungan kerja (phk) serta berpengaruh terhadap industri perbankan yang sudah memberikan fasilitas kredit kepada perusahaan-perusahaan tekstil yang berakibat terjadinya kredit macet.
Kemudian, lanjut Leo, pada kasus Jiwasraya, di mana negara dirugikan hingga Rp16,8 triliun. Atas besarnya kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dan menurut BPK RI kasus Jiwasraya dapat berpotensi merugikan perekonomian negara.
Begitu juga di Sulawesi-Selatan, sebut Leo, terdapat kasus korupsi yang ditangani jajarannya yakni Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yaitu korupsi penyimpangan pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus atau jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar.
Di mana dalam kegiatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan daerah kota Makassar khususnya PDAM kota Makassar sebesar Rp20.318.611.975,60.
Selanjutnya, kata dia, korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) kabupaten Takalar Tahun 2020 yang juga merugikan keuangan negara atau daerah sebesar Rp7.061.343.713 serta terakhir yang paling menarik yakni kasus praktik mafia tanah pada kegiatan pembayaran ganti rugi lahan untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di kabupaten Wajo Tahun 2021 yang juga merugikan negara tidak sedikit yakni sebesar Rp75.638.790.623.
Leo menegaskan bahwa pola sistem pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dikatakan ada upaya-upaya substantive dan struktural dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui pembentukan Undang-undang dan lembaga antikorupsi.
Kedua upaya substantive dan struktural tersebut, kata dia, merupakan upaya penegakan hukum pidana dengan menggunakan sarana penal (pidana) untuk menanggulangi suatu kejahatan.
Dalam konteks penanggulangan kejahatan, kata Leo, upaya penal dapat dilengkapi dengan upaya non penal yang bersifat preventif yang jika diletakkan dalam pola sistem, maka upaya non penal ini adalah bagian dari budaya.
Demikian upaya preventif, dalam penanggulangan korupsi dapat diwujudkan dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.
Ia mengungkapkan, berbicara tentang pencegahan korupsi sebetulnya sudah ada program-program yang mengkampanyekan antikorupsi, namun, kata Leo, masih terkesan belum maksimal.
Contohnya, sebut dia, upaya membudayakan anti korupsi melalui program kantin antikorupsi yang dulu pernah dikembangkan ke sekolah-sekolah dari semua tingkatan baik itu SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi, tapi saat ini sudah tidak pernah terdengar lagi dengungannya.
Hal ini, menurut Leo, mengindikasikan belum suksesnya upaya membudayakan perilaku anti koruptif ke tengah-tengah masyarakat terutama kepada generasi mudanya. Sebagaimana umum diketahui, generasi muda merupakan harapan bagi suatu bangsa untuk di masa yang akan datang.
Ia mengatakan, generasi muda merupakan tonggak terlaksananya perubahan-perubahan dalam suatu bangsa Agent of Change (Agen Perubahan).
“Dalam bidang korupsi generasi muda juga memiliki peran yang amat penting,” ucap Leo.
Ia menyebutkan, generasi muda dengan segala idealismenya dapat memutus mata rantai korupsi jika sejak dini telah dibekali dengan mental antikoruptif yang dapat diperoleh melalui pendidikan antikorupsi.
“Sehingga dapat membantu upaya pencegahan tindak pidana korupsi di masa mendatang,” Leo menandaskan. (**)